”When the power of love replace the love of power: peace – Ketika kekuatan cinta menggantikan cinta akan kekuasaan: itulah perdamaian,” kata gitaris Carlos Santana (63) dalam wawancara dengan ”Kompas”, Rabu (16/2) pagi.
Carlos Santana bagi sementara orang adalah ”Black Magic Woman,” ”Oye Como Va”, atau ”Samba Pati”. Itulah lagu-lagu yang memopulerkan Santana di Indonesia pada awal 1970-an. Dan terbukti, Santana melintas zaman. Menjelang akhir era 1990-an, gitar Santana meramaikan belantika musik dunia lewat lagu ”Smooth” yang dibawakan vokal Rob Thomas, serta ”Maria Maria”. Keduanya dari album Supernatural yang memborong sembilan penghargaan Grammy—delapan di antaranya untuk Santana. Album itu terjual 15 juta kopi.
Itulah bagian dari jejak Santana di jagat musik. Akan tetapi, bagi Santana, musik bukan sekadar urusan angka penjualan atau penghargaan Grammy. Musik memang harus membuat orang bahagia, berjingkrak-jingkrak. Namun, dengan bermain musik, Santana ingin mendapatkan makna yang lebih dalam.
”Bermain musik itu sebuah kesempatan untuk menyentuh hati manusia dan mengingatkan mereka bahwa hidup itu bisa indah. Bahwa hidup adalah kemungkinan-kemungkinan yang indah,” kata Santana yang bertelepon dengan Kompas dari New York, Amerika Serikat.
”Maka, kami bermain musik untuk mengangkat semangat hidup. Musik itu mempunyai kekuatan menyembuhkan orang dari rasa takut. Musik itu semangat yang indah,” kata Santana yang namanya mulai melambung ketika tampil di Festival Woodstock, New York, 15-18 Agustus 1969.
Santana masih dilingkupi harapan yang ditiupkan generasi Woodstock. Kaum muda, termasuk para seniman musik saat itu, mengekspresikan keresahan dan pemberontakan mereka dengan alternatif kehidupan yang lebih baik.
”Harapan kami sama dengan kaum muda era 1960-an, bahwa suatu hari akan datang kedamaian menyeluruh di seluruh planet. Bahwa suatu hari akan ada lebih banyak sukacita dari pada kesedihan. Prinsip-prinsip the sixties itu masih hidup,” kata Santana.
Cinta dan rasa takut
Dengan semangat itulah Santana akan datang ke Jakarta. Ia akan tampil pada ajang Jakarta International Java Jazz Festival 2011 yang digelar tanggal 4-6 Maret mendatang. Ia direncanakan tampil pada 4 dan 5 Maret.
”Saya percaya musik mempunyai kekuatan membawa manusia untuk merayakan persatuan dan harmoni hidup,” kata Santana dengan suara yang berat, tenang.
Kesadaran akan pentingnya harmoni kehidupan itu perlu dibangkitkan terus-menerus karena manusia kadang menciptakan sekat-sekat. Musik menjadi pengingat akan hal itu.
”Kadang manusia menciptakan pagar dan batas karena rasa takut. Musik mengingatkan kita akan cinta. Bukankah hanya ada dua hal di planet ini: cinta dan rasa takut,” kata Santana, tetap dengan cara bicara yang santun dan teduh.
”Amat sangatlah mahal membuat pertahanan, melindungi dan menyerang. Akan lebih baik jika kita membuka tangan lebar-lebar, berbagi makanan atau tempat berteduh, atau juga senyuman. Love is free, but fear is expensive—cinta itu bebas, tapi ketakutan itu mahal.”
Santana tidak hanya berbicara. Ia mewujudkan omongan itu dengan usaha-usaha karitatif, antara lain dengan mendirikan Milagro Foundation pada 1998. Ini merupakan yayasan untuk membantu anak-anak tak mampu dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan seni.
Pada sampul album terbarunya, Santana: Guitar Heaven, gitaris itu mencantumkan maklumat tentang yayasan Milagro, yang artinya miracle, keajaiban. Sebagian dari hasil penjualan album, tiket konser, dan segala produk dengan lisensi Santana akan disumbangkan untuk anak-anak.
”Berinvestasi pendidikan yang baik dan makanan yang baik pada anak-anak adalah lebih dari segalanya,” katanya saat menjawab pertanyaan tentang misi Milagro Foundation.
”Karena semakin baik anak-anak mendapat pendidikan, ketika mereka tumbuh besar nanti, mereka akan menjadi orang yang penuh welas asih (compassion). Mereka tidak akan menjadi orang brutal, dan mereka tidak hidup dengan kekerasan,” kata Santana yang mengaku mendapat banyak inspirasi dari para bijak, mulai dari Mahatma Gandhi sampai Ibu Teresa.
Anak-anak terang
Santana akan datang ke Indonesia untuk kedua kalinya setelah berkonser di Jakarta pada 9 Mei 1996. Kali ini tampil di Java Jazz bersamaan dengan ”Santana Guitar Heaven World Tour 2011”, menyusul rilis album Guitar Heaven: The Greatest Guitar Classic of All Time terbitan Arista, 2010.
Pada album tersebut Santana membawakan lagu-lagu yang pernah kondang. Sebagian besar lagu lahir dari tangan-tangan gitaris. Ia, misalnya, membawakan ”Smoke on the Water” milik Deep Purple. Lagu tersebut dimainkan Santana dengan tetap menggunakan riff gitar seperti yang pernah ditorehkan gitaris Ritchie Blackmore, gitaris Deep Purple.
”Kami menghormati versi orisinal, tetapi kami juga memainkannya dengan cara berbeda,” kata Santana tentang ”Smoke on the Water” yang melibatkan suara Jacoby Shaddix, vokalis band rock Papa Roach.
Santana juga memilih ”Whole Lotta Love” dari Led Zeppelin, ”While My Guitar Gently Weeps”-nya Beatles, sampai ”Can’t You Hear Me Knocking” dari Rolling Stones. ”Itu semua lagu-lagu bagus dan funky. Ini kesempatan kami membawanya ke tempat dan suasana yang berbeda,” kata Santana tentang pilihan lagu-lagu dalam album terbarunya.
Meski memainkan lagu ”milik” orang lain, paraf atau torehan personal Santana tetap terasa pada gitarnya. Apa yang keluar dari gitar bagi Santana bukan bunyi instrumen berdawai, tapi suara, voice, dari hati. ”Saya main dari hati, untuk hati,” katanya.
Nama Santana sudah beberapa kali disebut penyelenggara Java Jazz sebagai calon penampil. Namun, baru tahun ini Santana akan datang. Mengapa akhirnya Anda memutuskan datang juga ke Indonesia?
”Saya kira ini saat yang baik karena kami membawa musik, inspirasi, dan warna musik baru. Selain itu, ini merupakan saat yang tepat untuk berbagi pesan universal bahwa kita semua adalah anak-anak terang (children of light).”
Carlos Santana
• Nama: Carlos Augusto Alves Santana
• Lahir: Autlán de Navarro, Jalisco, Meksiko, 20 Juli 1947
• Diskografi:- Santana, 1969 – Abraxas, 1970- Santana III, 1971- Caravanserai, 1972- Welcome, 1973- Borboletta, 1974- Amigos, 1976- Festival, 1977- Marathon, 1979- Zebop, 1981- Shangó, 1982- Beyond Appearances, 1985- Freedom, 1987- Spirits Dancing in the Flesh, 1990- Milagro, 1992- Supernatural, 1999- Shaman, 2002- All That I Am, 2005- Guitar Heaven, 2010
View the original article here